A. Konsep Blended Learning
Secara etimologi
istilah blended learning terdiri dari dua kata blended dan learning.
Kata blend berarti “campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar
bertambah baik” (Collins Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi
atau perpaduan. Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan
demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur
percampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola lainnya. Elenena
Mosa (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni
pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning.
Pada perkembangannya
istilah yang lebih populer adalah blended e-learning dibandingkan dengan
blended learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan terbaru dalam
perkembangan globalisasi dan teknologi blended e-learning. Zhao (2008:162)
menjelaskan “issu Blended Blended e-Learning sulit untuk didefinisikan karena
merupakan sesuatu yang baru”.Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat persamaan antara
Blended Blended e-learning yaitu penggabungan aspek blended e-learning yang
termasuk web-based instruction, streaming video, audio, synchronous and
asychronous communication atau aspek terbaik pada aplikasi teknologi informasi
blended e-learning, dengan kegiatan tatap muka. Dapat dikatakan secara
sederhana Blended Blended e-Learning adalah kombinasi atau penggabungan
pendekatan aspek blended e-learning yang berupa web-based instruction, video
streaming, audio, komunikasi synchronous dan asynchrounous dalam jalur blended
–learning system LSM dengan pembelajaran tradisional “tatap-muka” termasuk juga
metode mengajar, teori belajar dan dimensi pedagogik.
B. Karakteristik Blended
Blended e-Learning
Menurut Sharpen et.al. (2006:18)
karakteristik Blended Blended –Learning, adalah:
1. Ketetapan sumber suplemen untuk program
belajar yang berhubungan selama garis tradisional sebagian besar, melalui
institusional pendukung lingkungan belajar virtual.
2. Transformatif tingkat praktik pembelajaran
didukung oleh rancangan pembelajaran sampai mendalam.
3. Pandangan menyeluruh tentang teknologi untuk
mendukung pembelajaran.
Berdasarkan
penjelasan diatas, karakteristik Blended Blended e-Learning adalah
sumber suplemen, dengan pendekatan tradisional juga mendukung lingkungan
belajar virtual melalui suatu lembaga, rancangan pembelajaran yang mendalam
pada saat perubahan tingkatan praktik pembelajaran dan pandangan tentang semua
teknologi digunakan untuk mendukung pembelajaran. Penerapan suatu model
pembelajaran harus berdasarkan teori belajar yang cocok untuk proses
pembelajaran agar kelangsungan proses tersebut dapat sesuai dengan tujuan yang
telah ditentukan.
Berdasarkan komponen
yang ada dalam Blended Blended e-learning maka teori belajar yang mendasari
model pembelajaran tersebut adalah teori belajar Konstuktivisme (individual
learning). Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual
learning) untuk blended e-learning (Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut.
1. Active learnes
2. Learners construct
their knowledge
3. Subjective, dynamic
and expanding
4. Processing and
understanding of information
5. Learners has his own
learning.
Individual learning
dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif, kalau dapat membangun
pengetahuan mereka sendiri, secara subjektif, dinamis dan berkembang. Kemudian
memproses dan memahami suatu informasi, sehingga pelajar memilik
pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan mereka berdasarkan atas
pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri. Teori belajar berikutnya
yang melandasi model Blended Blended e- learning adalah teori belajar
kognitf. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan
yang diorganisasi (Brunner,1990; Gagne et.al., 1993). Menurut Bloom (1956)
mengindentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu “pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis”.
Teori terakhir
adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky.
Menurut Vigotsky (1978) adalah sebagai berikut: the way learners construct
knowledge, think, reason, and reflect on is uniquely shaped by their
relationship with other. He argued that the guidance given by more capable
other, allows the learner to engage is levels of activity that could not be
managed alone. Konstruktivisme sosial disebut juga collaborative learning.
Karakteristik teori belajar tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2006:4):
Teori ini membuat
pelajar membangun pengetahuan, berfikir, mencari alasan, dan dicerminkan dengan
bentuk yang unik melalui berhubungan dengan yang lain. Pelajar belajar dari
penyelesaian masalah yang nyata, pelajar juga bergabung pada suatu
pembangkit-pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam sebagai pelajar
bersama-sama dengan siswanya. Bentuk tugas juga akan diolah dan pengetahuan
dinilai dan diciptakan lalu membangun pengetahuan yang baru.
C. Penerapan Blended
Blended e-Learning
Jika dikaji secara
terminologis maka blended e-learning menekankan pada penggunaan internet
seperti pendapat Rosenberg (2001) menekankan bahwa blended e-learning merujuk
pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell
(2002), kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam
pendidikan sebagai hakekat blended e-learning, termasuk untuk pendidikan guru.
Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki makna sebagai
berikut.
1.
Blended e-learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan
tentang materi keguruan baik substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan
secara online.
2.
Blended e-learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajarkonvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan
latihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
3.
Blended e-learning
tidak berarti menggantikan model belajar konvesional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melaluipengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
4.
Kapasitas guru amat
bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik
keselarasan antarconten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih
baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
5.
Memanfaatakan jasa
teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru
dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi
oleh hal-hal yang protokoler.
6.
Memanfaatkan
keunggulan komputer (digital media dan komputer networks).
7.
Menggunakan bahan ajar
bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat
diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan
memerlukannya.
8.
Memanfaatkan jadwal
pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan
dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Pendapat Haughey
(1998) tentang pengembangan blended e-learning mengungkapkan bahwa
terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet,
yaitu:
1.
Web course adalah
penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan
pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka.
2.
Web centric course
adalah penggunaan internet yang memadukan antar belajar jarak jauh dan tatap
muka (konvesional).
3.
Model web enhanced
course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas
pembelajaran yang dilakukan di kelas.
Ada tiga hal dampak
positif penggunaan internet dalam pendidikan yaitu: (1) peserta didik dapat
dengan mudah mengambil mata kuliah di mana pun di seluruh dunia tanpa batas
intuisi atau batas negara. (2) peserta didik dapat dengan mudah belajar pada
para ahli di bidang yang diminatinya. (3) kuliah/belajar dapat dengan mudah
diambil diberbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah
tempat si mahasiswa belajar.
D.
Prosedur Blended
learning dalam Pembelajaran
Peningkatan
kualifikasi guru merupakan salah satu prioritas pemerintah indonesia, hal
tersebut sebagai wujud realisasi UU guru dan dosen no.14/2005 yang
mempersyaratkan guru untuk memiliki kualifikasi minimal S-1 dan memiliki
sertifikat sebagai pengajar. Pada saat ini guru di Indonesia berjumlah sebanyak
2.667.655 orang (depdiknas,2007). Di samping kualitas akademik guru, kondisi
peningkatan kualifikasi akademik guru, kondisi kekurangan guru juga masih
dialami sebagian wilayah di indonesia pada berbagai jenjang pendidikaaan. Pada
tahun 2007, selain Universitas Terbuka pemerintah Indonesia melalui Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan
menetapkan 10 LPTK untuk secara bersama-sama menyelenggarakan sistem PJJ untuk
program peningkatan kualifikasi guru melalui pendidikan SI PGSD.
PJJ pada program ini
berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan internet
sebagai media utama, tatap muka dilakukan hanya beberapa kali pada program
residensial, selebihnya menggunakan program e-learning. Keberhasilan PJJ PGSD
dan sistem pembelajaran jarak jauh yang menggunakan e-learning sebagai alat
utama, sangat menentukan oleh model learning management system (LMS) yang
dikembangkan, dan pemerintah bersama pihak terkait masih mencari-cari model LMS
yang handal yang mampu mewujudkan profil guru profesional, yang memiliki
kompetensi kependidikan dan keguruan yang setara bahkan melebihi guru dengan
sistem pembelajaran reguler. Model blended e-learning merupakan kombinasi dari
beberapa pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran conventional berupa tatap
muka dan e- learning yang berbasis internet.
Seperti yang
dikemukakan oleh Gegne (1984) Belajar yang efektif mempunyai kriteria sebagai
berikut: (1) melibatkan pembelajaran dalam proses belajar; (2) mendorong
munculnya keterampilan untuk belajar mandiri (learn how to learn); (3)
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajar; (4) memberi motivasi
untuk belajar lebih lanjut. Darmodihardjo (1998:39) mengemukakan bahwa tutor
dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1) sebagai motivator,
(2) sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbingan dan evaluator, (4)
pengembangan materi pelajaran, (5) pengelola proses belajar mengajar, (6) agen
pembaruan. Sementara itu Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa tugas
tutor selaku pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai
organisator, (3) sebagai motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai
inisiator, (6) sebagai transmiter, (7) sebagai fasilitator, (8) sebagai
mediator, (9) sebagai evaluator.
Konsep Tutorial
Tutorial adalah
suatu proses pemberian bantuan dan bimbingan belajar dari seseorang kepada
orang lain, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam konsep ini, tutorial
merupakan layanan belajar yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran
dengan karakteristik yang berbeda, seperti dosen yang berfungsi sebagai
fasilitator kegiatan belajar bukan sebagai pengajar. Jenis-jenis tutorial yang
sediakan adalah tutorial tatap muka (TTM) dan tutorial on-line.
1.
Tutorial Tatap Muka
Dalam program PJJ S1 PGSD ini semua mata
kuliah diberikan bimbingan tutorial tatap muka (dilakukan pada masa
residensial).
2.
Tutorial Online
Tutorial ini dilakukan dengan bantuan
jaringan komputer.
Model tutorial online adalah model tutorial
yang menggunakan jaringan komputer. Materi diberikan dalam bentuk naskah
tutorial yang dapat diakses dimana saja mahasiswa berupa tanpa harus bertatap
muka dengan tutor. Dalam model ini, tutor harus mempersiapkan naskah tutorial
yang memungkinkan terjadinya interaksi antar tutor dan mahasiswa. Selain itu,
partisipasi secara aktif dari mahasiswa juga sangat diperlukan karena
memengaruhi nilai akhir tutorial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar