Total Tayangan Halaman

Minggu, 07 Juni 2015

BLENDED LEARNING


      A.     Konsep Blended Learning
Secara etimologi istilah blended learning terdiri dari dua kata blended dan learning. Kata blend berarti “campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik” (Collins Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan. Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur percampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola lainnya. Elenena Mosa (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning.
Pada perkembangannya istilah yang lebih populer adalah blended e-learning dibandingkan dengan blended learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan terbaru dalam perkembangan globalisasi dan teknologi blended e-learning. Zhao (2008:162) menjelaskan “issu Blended Blended e-Learning sulit untuk didefinisikan karena merupakan sesuatu yang baru”.Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat persamaan antara Blended Blended e-learning yaitu penggabungan aspek blended e-learning yang termasuk web-based instruction, streaming video, audio, synchronous and asychronous communication atau aspek terbaik pada aplikasi teknologi informasi blended e-learning, dengan kegiatan tatap muka. Dapat dikatakan secara sederhana  Blended Blended e-Learning adalah kombinasi atau penggabungan pendekatan aspek blended e-learning yang berupa web-based instruction, video streaming, audio, komunikasi synchronous dan asynchrounous dalam jalur blended –learning system LSM dengan pembelajaran tradisional “tatap-muka” termasuk juga metode mengajar, teori belajar dan dimensi pedagogik.

 

B.    Karakteristik Blended Blended e-Learning
Menurut Sharpen et.al. (2006:18) karakteristik Blended Blended –Learning, adalah:
1.      Ketetapan sumber suplemen untuk program belajar yang berhubungan selama garis tradisional sebagian besar, melalui institusional pendukung lingkungan belajar virtual.
2.      Transformatif tingkat praktik pembelajaran didukung oleh rancangan pembelajaran sampai mendalam.
3.      Pandangan menyeluruh tentang teknologi untuk mendukung pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan diatas, karakteristik Blended Blended e-Learning adalah sumber suplemen, dengan pendekatan tradisional juga mendukung lingkungan belajar virtual melalui suatu lembaga, rancangan pembelajaran yang mendalam pada saat perubahan tingkatan praktik pembelajaran dan pandangan tentang semua teknologi digunakan untuk mendukung pembelajaran. Penerapan suatu model pembelajaran harus berdasarkan teori belajar yang cocok untuk proses pembelajaran agar kelangsungan proses tersebut dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan komponen yang ada dalam Blended Blended e-learning maka teori belajar yang mendasari model pembelajaran tersebut adalah teori belajar Konstuktivisme (individual learning). Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual learning) untuk blended e-learning (Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut.
1.      Active learnes
2.      Learners construct their knowledge
3.      Subjective, dynamic and expanding
4.      Processing and understanding of information
5.      Learners has his own learning.
Individual learning dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif, kalau dapat membangun pengetahuan mereka sendiri, secara subjektif, dinamis dan berkembang. Kemudian memproses dan memahami suatu informasi, sehingga pelajar memilik pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan mereka berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri. Teori belajar berikutnya yang melandasi model Blended Blended e- learning adalah teori belajar kognitf. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan yang diorganisasi (Brunner,1990; Gagne et.al., 1993). Menurut Bloom (1956) mengindentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu “pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis”.
Teori terakhir adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky. Menurut Vigotsky (1978) adalah sebagai berikut: the way learners construct knowledge, think, reason, and reflect on is uniquely shaped by their relationship with other. He argued that the guidance given by more capable other, allows the learner to engage is levels of activity that could not be managed alone. Konstruktivisme sosial disebut juga collaborative learning. Karakteristik teori belajar tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2006:4):
Teori ini membuat pelajar membangun pengetahuan, berfikir, mencari alasan, dan dicerminkan dengan bentuk yang unik melalui berhubungan dengan yang lain. Pelajar belajar dari penyelesaian masalah yang nyata, pelajar juga bergabung pada suatu pembangkit-pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam sebagai pelajar bersama-sama dengan siswanya. Bentuk tugas juga akan diolah dan pengetahuan dinilai dan diciptakan lalu membangun pengetahuan yang baru.
C.    Penerapan Blended Blended e-Learning
Jika dikaji secara terminologis maka blended e-learning menekankan pada penggunaan internet seperti pendapat Rosenberg (2001) menekankan bahwa blended e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat blended e-learning, termasuk untuk pendidikan guru. Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki makna sebagai berikut.
1.      Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
2.      Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajarkonvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan latihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
3.      Blended e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvesional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melaluipengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
4.      Kapasitas guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antarconten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
5.      Memanfaatakan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
6.      Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer networks).
7.      Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
8.      Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Pendapat Haughey (1998)  tentang pengembangan  blended e-learning mengungkapkan bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu:
1.      Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka.
2.      Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antar belajar jarak jauh dan tatap muka (konvesional).
3.      Model web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.
Ada tiga hal dampak positif penggunaan internet dalam pendidikan yaitu: (1) peserta didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah di mana pun di seluruh dunia tanpa batas intuisi atau batas negara. (2) peserta didik dapat dengan mudah belajar pada para ahli di bidang yang diminatinya. (3) kuliah/belajar dapat dengan mudah diambil diberbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar.

D.     Prosedur Blended learning dalam Pembelajaran
Peningkatan kualifikasi guru merupakan salah satu prioritas pemerintah indonesia, hal tersebut sebagai wujud realisasi UU guru dan dosen no.14/2005 yang mempersyaratkan guru untuk memiliki kualifikasi minimal S-1 dan memiliki sertifikat sebagai pengajar. Pada saat ini guru di Indonesia berjumlah sebanyak 2.667.655 orang (depdiknas,2007). Di samping kualitas akademik guru, kondisi peningkatan kualifikasi akademik guru, kondisi kekurangan guru juga masih dialami sebagian wilayah di indonesia pada berbagai jenjang pendidikaaan. Pada tahun 2007, selain Universitas Terbuka pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan menetapkan 10 LPTK untuk secara bersama-sama menyelenggarakan sistem PJJ untuk program peningkatan kualifikasi guru melalui pendidikan SI PGSD.
PJJ pada program ini berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan internet sebagai media utama, tatap muka dilakukan hanya beberapa kali pada program residensial, selebihnya menggunakan program e-learning. Keberhasilan PJJ PGSD dan sistem pembelajaran jarak jauh yang menggunakan e-learning sebagai alat utama, sangat menentukan oleh model learning management system (LMS) yang dikembangkan, dan pemerintah bersama pihak terkait masih mencari-cari model LMS yang handal yang mampu mewujudkan profil guru profesional, yang memiliki kompetensi kependidikan dan keguruan yang setara bahkan melebihi guru dengan sistem pembelajaran reguler. Model blended e-learning merupakan kombinasi dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran conventional berupa tatap muka dan e- learning yang berbasis internet.
Seperti yang dikemukakan oleh Gegne (1984) Belajar yang efektif mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) melibatkan pembelajaran dalam proses belajar; (2) mendorong munculnya keterampilan untuk belajar mandiri (learn how to learn); (3) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajar; (4) memberi motivasi untuk belajar lebih lanjut. Darmodihardjo (1998:39) mengemukakan bahwa tutor dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1) sebagai motivator, (2) sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbingan dan evaluator, (4) pengembangan materi pelajaran, (5) pengelola proses belajar mengajar, (6) agen pembaruan. Sementara itu Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa tugas tutor selaku pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai organisator, (3) sebagai motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai inisiator, (6) sebagai transmiter, (7) sebagai fasilitator, (8) sebagai mediator, (9) sebagai evaluator.
Konsep Tutorial
Tutorial adalah suatu proses pemberian bantuan dan bimbingan belajar dari seseorang kepada orang lain, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam konsep ini, tutorial merupakan layanan belajar yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dengan karakteristik yang berbeda, seperti dosen yang berfungsi sebagai fasilitator kegiatan belajar bukan sebagai pengajar. Jenis-jenis tutorial yang sediakan adalah tutorial tatap muka (TTM) dan tutorial on-line.
1.      Tutorial Tatap Muka
Dalam program PJJ S1 PGSD ini semua mata kuliah diberikan bimbingan tutorial tatap muka (dilakukan pada masa residensial).
2.      Tutorial Online
Tutorial ini dilakukan dengan bantuan jaringan komputer.
Model tutorial online adalah model tutorial yang menggunakan jaringan komputer. Materi diberikan dalam bentuk naskah tutorial yang dapat diakses dimana saja mahasiswa berupa tanpa harus bertatap muka dengan tutor. Dalam model ini, tutor harus mempersiapkan naskah tutorial yang memungkinkan terjadinya interaksi antar tutor dan mahasiswa. Selain itu, partisipasi secara aktif dari mahasiswa juga sangat diperlukan karena memengaruhi nilai akhir tutorial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar